Topik tentang hukum menafkahi mertua kerap menjadi bahan perdebatan di media sosial dan lingkungan masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya, apakah menantu, khususnya laki-laki, memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada mertua? Jawabannya ternyata tidak sesederhana ya atau tidak. Dalam Islam, ada aturan dan batasan tersendiri terkait hal ini yang bergantung pada beberapa faktor seperti kemampuan ekonomi dan kondisi pihak mertua.
Nafkah dalam Islam mencakup segala kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Secara umum, kewajiban ini diberikan oleh suami kepada istri dan anak-anaknya. Kewajiban ini berdasar pada firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 34, yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin dan penanggung jawab bagi keluarganya, termasuk dalam aspek finansial.
Dalam pandangan Islam, hukum menafkahi mertua tidak termasuk dalam kewajiban langsung seorang menantu, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kewajiban nafkah orang tua berada pada anak kandung mereka, bukan pada menantu.
Seperti yang dijelaskan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), kewajiban memberi nafkah kepada mertua hanya berlaku apabila:
Tanggung jawab utama menafkahi mertua terletak pada anak-anak kandung mereka. Misalnya, jika seorang mertua sudah lanjut usia dan tidak mampu bekerja, maka anak kandungnya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya, selama mereka mampu secara finansial.
Jika anak perempuan sudah menikah dan ingin membantu menafkahi orang tuanya, maka ia harus membicarakan hal tersebut dengan suami, terutama jika menggunakan dana dari suami. Prinsip ridha dan transparansi dalam keluarga sangat dijunjung tinggi dalam Islam.
Islam sangat menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua. Dalam Surat Al-Isra ayat 23, Allah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan melarang kita berkata kasar atau merendahkan mereka.
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu..."
Meski tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur’an atau hadits tentang kewajiban menantu memberi nafkah kepada mertua, tindakan tersebut tergolong sedekah jika dilakukan dengan ikhlas dan kerelaan hati. Artinya, meskipun tidak wajib, menafkahi mertua bisa menjadi amal baik yang bernilai di sisi Allah.
Dalam kondisi tertentu, hukum menafkahi mertua bisa berubah. Misalnya, jika seorang menantu berkomitmen untuk menafkahi mertua melalui kesepakatan atau akad tertentu, maka ia wajib menunaikan tanggung jawab itu sebagaimana memenuhi janji.
Contoh lain, apabila mertua tinggal serumah dan tidak memiliki penghasilan, sementara anak kandung mereka tidak mampu, maka menantu bisa dianggap sebagai wali nafkah bila dia sudah sepakat mengambil tanggung jawab tersebut secara sukarela.
Banyak ulama menyepakati bahwa menafkahi mertua bukan kewajiban hukum bagi menantu. Namun, tindakan itu bisa menjadi bentuk birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) yang sangat dianjurkan. Dalam konteks ini, bukan hanya orang tua kandung, tapi juga mertua yang dianggap sebagai bagian dari keluarga besar.
Kesimpulannya, hukum menafkahi mertua dalam Islam tidak bersifat wajib. Tanggung jawab utama ada pada anak kandung mereka. Namun, jika dilakukan atas dasar kasih sayang, rela, dan kemampuan, maka perbuatan tersebut termasuk amal yang sangat dianjurkan dalam Islam dan tergolong sebagai sedekah.
Maka dari itu, sebaiknya setiap keluarga membangun komunikasi yang sehat mengenai urusan keuangan dan nafkah, termasuk jika ingin membantu mertua. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman yang justru menimbulkan konflik rumah tangga.
Baca Juga: Ini Dia Ciri-Ciri Istri Kecewa pada Suami dan Cara Mengatasinya